Tuesday, January 1, 2019

TANAH YANG HILANG




Tidak bisa dipungkiri jika tanah adalah aset yang amat sangat berharga, bahkan kadang lebih berharga dari nyawa [bagi sebagian kecil orang]. Tanah memiliki sifat yang sangat bertolak belakang dari materi lainnya di muka bumi. Sebut saja kendaraan atau alat elektronik. Harga jualnya akan semakin menurun sesuai umur pemakaian benda tersebut. Sebut saja ponsel keluaran terbaru, harganya bisa jatuh tersungkur meskipun hanya dipakai selama beberapa bulan. Apalagi jika ponsel itu sempat mengalami kecelakaan seperti terbentur meteor atau tersiram lava gunung berapi.


Berbeda dengan harga tanah. Semakinlama harganya akan semakin menanjak naik ke atas hingga menyentuh plafond langit. Seperti tanah di sebelah rumah tetangga. Beberapa tahun lalu, satu kapling tanah di sana tidak laku dengan harga jual 5 juta. Saat ini tanah itu sudah memiliki harga jual sekitar 15 juta. Hal ini terjadi karena semakin ramainya wilayah sekitar, adanya jalan masuk ke wilayah kaplingan dan beberapa alasan yang tidak bisa diceritakan di sini. Meskipun harga jual itu berdasarkan asumsi semata karena jika harga jual berdasarkan NJOP setempat, harga itu mungkin kelipatan dua dari NJOPnya.

Banyak sekali kasus yang melibatkan tanah ini. Sebut saja di sebuah desa di negeri tetangga. Ada sebidang tanah yang luasnya kurang lebih dua hektar. Tanah itu begitu tidak terurus hingga rumputnya mencapai ukuran dinosaurus. Sudah puluhan tahun tidak ada orang yang mengurus ataupun memperhatikan lahan tersebut. Akhirnya muncul orang orang yang ”berinisiatif” untuk mengurus tanah itu. Bahasa kerennya itu membagi-bagi lahan. Untung saja sebelum kejadian itu terjadi, sang pemilik tanah asli datang. Tentu saja dengan membawa sertifikat yang sah dan ada beberapa saksi yang masih hidup.

Dari kasus ini bisa petik maknanya. Tanah merupakan aset yang bisa memancing siapa saja untuk memilikinya hingga muncul istilah preman tanah. Mereka mencari tanah tanah kosong yang tidak terurus kemudian memberikan patok dijual dengan nama dan nomor mereka. Entah bagaimana jadinya, banyak orang yang terjebak menjadi pembeli dan setelah sekian tahun, pemilik aslinya datang. Dan disitulah mulai muncul masalah karena pembeli merasa benar. Dia membeli dan mendapatkan sporadik dari penjual tanah terdahulu. Sudah banyak kasus dimana pembeli tanah tertipu karena tanah yang dibelinya ternyata bukan milik penjual aslinya.
Ada juga kasus dimana ada tanah yang dipotong untuk jalan tanpa korfirmasi terlebih dahulu dengan pemilik tanah. Meskipun jalan itu untuk kepentingan umum, paling tidak warga desa atau masyarakat lingkungan tersebut menghubungi pemilik tanah untuk mengkomunikasikan kegiatan yang akan dilakukan. Pembuatan jalan itu sangat disesalkan oleh pemilik tanah seolah olah keberadaannya tidak dianggap.

Batas tanah saja bisa menjadi masalah, apalagi batas desa. Batas desa harus memiliki definisi yang jelas. Jika tidak jelas, batas ini bisa menjadi bom waktu yang akan sangat berbahaya jika meledak. Misalnya di suatu wilayah terdeteksi adanya bahan tambang yang tidak akan habis selama 11 keturunan. Warga desa terdekat tentu saja akan mengklaim jika wilayah itu masuk ke desanya. Nah, jika ada dua atau tiga desa yang berada dekat dengan wilayah itu, bisa dipastikan bagaimana kondisinya jika perbatasan desa di wilayah tambang itu tidak jelas.

Seperti kasus sebuah perumahan besar di perbatasan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Hal ini berkaitan dengan pemasukan atau bisa dibilang pendapatan daerah. Akhirnya perumahan itu dibagi dua, entah berapa persen besarannya sehingga tidak lagi terjadi konflik. Kejadian lucu itu ketika sebuah rumah dan rumah disebelahnya memiliki perbedaan kependudukan. Satu rumah memiliki KTP Banjarmsin dan tetangganya memiliki KTP Kabupaen Banjar. Yang lebih lucu, ada satu rumah yang terbelah dua berdasarkan wilayah. Pemiliknya yang bingung saat bayar pajak bumi dan bangunan, ke Kab Banjar atau ke Kota Banjarmasin.

Selain antar kabupaten, batas tanah juga menjadi konflik antar propinsi. Ada sebuah cerita dimana ada propinsi yang mengklaim batas tanah milik tetangganya. Untung saja propinsi tetangga ini memiliki berkas yang lengkap. Berkas itu telah diwariskan oleh leluhur yang mengurus kesepakatan batas tanah di masa lalu. Berkas itu berisikan tanda tangan para sesepuh yang telah berunding mengenai batas propinsi. Benar benar salut dengan beliau. Menyimpan berkas dengan hati hati dan memberikan pesan pada penerusnya saat beliau pensiun agar menjaga berkas itu. Ternyata benar karena di masa kini terjadi konflik tanah dengan propinsi lain.

Untuk masalah batas negara sepertinya tidak perlu lagi dijelaskan. Cukup dengan kekuatan google, semua itu bisa jelas. Penulis hanya menceritakan cerita dari pelaku yang mengalami masalah tanah di lingkungan sekitar.  Zet.@ Rider 152530102018

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...