Manusia Penjual
Istilah itu
mungkin kurang dikenal oleh masyarakat. Mengapa? Karena memang jarang
digunakan. Yang sering digunakan dan lebih dikenal masyarakat lokal adalah
Salesman. Ya, salesman. Pembentukan katanya sama dengan pembentukan kata
superman. Salesman dalam bahasa Indonesia berarti manusia penjual, yaitu
manusia manusia yang pekerjaannya adalah menjual. Masyarakat mengenal salesman
dalam arti sempit. Penggunaan kata salesman hanya ditujukan pada orang-orang
yang berkeliling untuk menjajakan barang.
Dalam kehidupan,
pekerjaan adalah sesuatu yang penting bagi seseorang apalagi orang itu tidak
lagi menyandang predikat pelajar atau mahasiswa. Jika sudah lulus dari kuliah,
maka ada dua predikat yang menunggu, yaitu pegawai/pekerja atau pengangguran.
@ku pernah mengalami masa pengangguran ini, bahasa kerennya itu pencari kerja
atau jobseeker.
Ada beberapa
kendala yang ada saat itu. Tidak adanya sarana transportasi yang bisa digunakan
dengan efektif. Angkutan ada tapi tentu saja perlu ongkos. Kendaraan belum ada
juga. Meskipun ada, kemampuan mengendarai motor juga belum ada. Akhirnya, hanya
menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak begitu jelas. Yang jelas adalah
mengikuti lowongan kerja yang ada di koran, biasanya muncul pada Hari Sabtu.
Nah, di koran itu muncul berbagai lowongan di berbagai bidang. Meskipun tak ada
yang sebidang, @ku mencoba memasukkan lamaran ke berbagai sasaran. Ada yang
bisa dikirim lewat pos, ada juga yang minta dikirim secara langsung.
Dari sinilah
petualangan dimulai. Lamaran sudah diantar secara langsung. @ku mengincar
posisi sebagai administrasi. @ku diminta datang pada keesokan harinya. Ternyata
mereka memintaku untuk ikut bekerja dilapangan terlebih dahulu sebelum menjabat
sebagai tenaga admin. Diriku yang lugu dan polos tentu saja tidak tahu jika itu
adalah modus untuk menjadikanku sebagai salesman. Dengan berbekal keterampilan
motor yang terbatas, @ku langsung ikut berpetualang. Tidak tanggung-tanggung.
Langsung ke Kota Pelaihari. Jadi, perjalanan pagi dimulai dari rumah di
Martapura ke kantornya di Banjarmasin. Lalu menjadi sales ke Pelaihari. Rasanya
begitu luar biasa. Perjuangan demi sebongkah berlian.
Sesampainya di
lokasi pertempuran, para sales menyebar dan memulai perjalanan dengan kaki.
Biasanya yang menjadi target sasaran adalah perumahan, baik menengah ke atas
maupun kalangan elit. Menjadi manusia penjual ternyata tidak mudah. Yang
menjadi kendala utama adalah cuaca. Cuaca yang galau dan meneteskan air mata
bisa membuat perjalanan terhenti. Infiltrasi ke perumahan-perumahan juga bisa
terhambat. Cuaca yang terlalu cerah juga bisa memanggang kulit ari yang tipis.
Selain cuaca, faktor waktu juga menentukan. Para sales bergerak pada siang
hari, pada saat orang-orang menggunakan waktu istirahatnya. Tentu saja hal itu
menjadi kendala karena mengetuk pintu rumah orang yang beristirahat itu tidak
terasa etis, kecuali tukang pos yang wajib menyampaikan surat/paketnya.
Bahkan
kadang-kadang, beberapa orang segera menutup pintunya yang terbuka saat melihat
para sales mendekat. Itu menjadi penolakan halus yang tidak bisa dihindari.
Mereka sepertinya merasakan aura berbahaya saat ada orang dengan penampilan
sales mendekat. Reaksi seperti itu tidak ditunjukkan pada orang yang menanyakan
alamat. Saat berhasil bertemu dengan target, bukan berarti misi salesman
berhasil. Adanya beberapa oknum menyebabkan stigma buruk pada sales lainnya
sehingga target yang sudah ditemui itu bersikap waspada yang berlebihan.
Atmosfer seperti itu tentu saja tidak bagus untuk kesehatan.
Pekerjaan itu
memaksaku untuk menyerah. Bukan kerana beratnya kerja, melainkan jarak tempuh
yang begitu jauh setiap harinya. Meskipun ada kalimat motivasi yang selalu
terbayang-bayang di telinga ”percepatan perubahan itu lebih penting daripada
besarnya perubahan”. Bisa diartikan jika perubahan status pengangguran menjadi
pegawai itu lebih penting dari pada besar gaji yang diterima. Pada masa
sekarang, orang lebih memilih menganggur dari pada bekerja dengan gaji yang
kecil. Itu bukanlah pilihan yang bijak. Kalimat motivasi itu terus
terngiang-ngiang dimataku. Dengan berat hati, aku harus menyerah saat itu.
Waktu berlalu
dengan cepat. Aneh sekali, @ku terus menemukan iklan lowongan dari perusahaan
itu di koran. Mereka terus membuka lowongan di berbagai posisi. Bahkan mereka
menampilkan jumlah gaji yang akan diterima. Oh, ini adalah suatu pembohongan
publik yang besar. @ku baru menyadari hal ini setelah beberapa mengecap asam
garam dan pahitnya dunia kerja. Lowongan sejenis juga banyak beredar. Mereka
memakai bahasa yang keren seperti marketing executive yang sejatinya adalah
salesman.
Ada juga lowongan
dengan berbagai posisi dengan spesifikasi yang rinci namun tidak menampilkan
nama perusahaan, hanya dengan PO.BOX. Tentu saja hal itu membuat @ku bingung
saat menerima panggilan dari kantor tersebut. Tidak pernah merasa kirim lamaran
ke perusahaan tersebut namun ada panggilannya. @ku diminta datang untuk
melakukan tes tulis dan wawancara. Rasanya senang sekali saat menjadi peserta
yang lulus. Keesokan harinya, hadir pada pagi hari dengan semangat kerja.
Ternyata pekerjaannya juga tidak masuk akal bagiku. Mengumpulkan nomor telepon
orang-orang (yang diperkirakan beruang) untuk menanamkan modalnya diperusahaan
tersebut. Ternyata itu tidak mudah meskipun mereka selalu menceritakan
kesuksesan para member terdahulu. Dengan berat hati, akhirnya @ku kembali
mundur setelah tiga hari menghadiri kantor itu. Tentu saja setelah berpamitan
dengan kepala divisi yang membawahiku.
Waktu kembali
berjalan dengan cepat. Akhirnya, dengan adanya koneksi dari seorang saudara,
@ku bekerja di sebuah perusahaan yang bidangnya berhubungan dengan keilmuan
yang kumiliki. Itu adalah pekerjaan tersantai yang pernah kumiliki. Dengan berbekal
pekerjaan itu, akhirnya dapatlah aku satu motor. Dengan kredit tentunya. Mana ada
uang untuk orang macam kita beli kontan. Setelah menjalani masa kerja selama 6
bulan, dengan beberapa pertimbangan dan berbagai renungan @ku memutuskan untuk
berhenti bekerja. Sebenarnya, bekerja di sana lumayan enak karena tidak perlu
bersusah payah seperti sales tradisional.
@ku mendapat
pekerjaan di Mall, tidak lama setelah resign dari kantor sebelumnya. Ternyata atmosfer
Mall tidak cocok denganku. Terlalu berat jika dipaksakan. Akhirnya gaji pertama
di sana juga menjadi gaji terakhir. Beberapa bulan kemudian, ada panggilan
wawancara lagi. Ada sebuah perusahaan marketing yang membutuhkan tenaga, bahasa
kasarnya ya sales juga, tapi pekerjaannya tidak seberat sales tradisional
kerana tidak membawa barang. Posisinya terbagi 2, yaitu sales lapangan dan
sales yang menjaga tokonya, basecamp, biasa disebut pramuka... eh, pramuniaga. Kerana
@ku sudah trauma menjadi sales lapangan, @ku memilih posisi sebagai penjaga
kandang.
Penjaga kandang
memang sedikit lebih ringan dari sales yang berjuang lapangan. Ternyata penjaga
kandang juga memilki target penjualan. Harus bisa mendapatkan nasabah. Owh, itu
berita lama ternyata. Yang di incar sebenarnya gaji pokok sebagai pramuniaga,
ternyata pemilik, dalam hal ini pimpinan cabang tidak ingin merugi. Terciptalah
jadwal turun ke lapangan bagi para pramuniaga. Itu tidak terlalu merepotkan
kerana menggunakan mobil perusahaan dan kita hanya perlu memberikan brosur pada
orang yang kita temui. Yang merepotkan adalah perlunya tanda tangan dari
penerima brosur. Benar-benar merepotkan itu. Sebenarnya ada pertentangan batin
dalam diri ini. Mempengaruhi orang lain atau pihak luar untuk melakukan kredit
itu bertentangan dengan prinsipku. Kredit menjadikan orang memiliki budaya
konsumerisme. Kenapa @ku memilih jaga kandang? Kerana yang datang pastilah
orang yang perlu. Kita tidak perlu membujuk secara persuasif, hanya perlu
diarahkan. Nah, jika berjuang dilapangan, kita dihadapkan pada orang yang tidak
perlu dan harus berusaha agar orang itu tertarik dan akhirnya terjerumus ke
dalam kubangan kredit dan hutang yang dalam.
Karena tekanan
untuk berjuang itu begitu besar, akhirnya @ku menyerah dan mengundurkan diri. Empat
bulan itu waktuku yang paling lama menjadi sales. Di sana @ku bertemu dengan
rekan-rekan yang luar biasa. Ada dua orang yang kukenal baik dan menjadi
sahabat perjuangan di sana. Kita bertiga resign hampir bersamaan. Sebenarnya,
ada manfaat yang bisa diperoleh dari pekerjaan semacam ini. Kita bisa mengalami
interaksi dengan berbagai macam orang dengan berbagai karakter. Itu benar-benar
pengalaman yang bisa menjadi bekal untuk pekerjaan selanjutnya. Saat battle in
field juga bisa menambah pengetahuan kita tentang wilayah sekitar. @ku
menjelajahi berbagai tempat yang belum pernah kulewati. Selain untuk membagikan
brosur, terkadang juga mencari rumah konsumen untuk menarik tagihan. Tersesat di
negeri orang bukan lagi sesuatu yang langka. Ternyata penjelajahan itu sangat
berguna di pekerjaanku selanjutnya. Penjelajahan itu begitu luar biasa bagiku
yang bagaikan katak dalam tempurung ini.
Saat ini @ku juga
tetap menjadi sales, meskipun bukan lagi barang yang dijajakan melainkan jasa,
skill dan keterampilan. Ada juga pekerjaan dengan type unprofit salesman, yaitu
pekerjaan dengan keterampilan bahasa namun tanpa bayaran sama sekali. Hanya kepuasan
batin dan terasahnya kemampuan diri dengan keyakinan bahwa suatu saat nanti
kemampuan ini akan sangat berguna. Itulah sekelumit kisah dan sejarah dari
diriku yang kini menjadi blogger kambuhan. Bergerilya ditengah kesibukan dunia
nyata dan tanpa kenal letih menorehkan asa di dunia maya meskipun tidak ada
yang orang yang berkomentar [so sweet]. Kita harus yakin, jika kita sendiri
tidak yakin, maka apa kata dunia?
Mechadot, 19 Mei
2014, pukul 10. 50 wita. Menjelang Hari Kebangkitan Nasional, jika masih diperingati...........
Gambar berasal dari SINI
Gambar berasal dari SINI
So sweet, saya juga seorang sales.
ReplyDelete