Kemarau dan Pelajarannya
Musim kemarau
panjang diprediksikan akan hadir kembali. Tentu saja kehadirannya memiliki
dampak yang (mungkin) lebih besar dari tahun sebelumnya mengingat pemanasan
global semakin meningkat. Efek rumah kaca sebagai dampak dari emisi karbon
turut andil dalam memperkeruh situasi.
Kemarau sudah
pasti membawa dampak bagi petani. Hasil pertanian dipastikan menurun. Di lain
pihak, pengurangan lahan pertanian di beberapa wilayah semakin memperburuk
keadaan. Petani harus bisa mensiasati kondisi ini. Mencari komoditas yang bisa
bertahan saat kemarau. Pemerintah harus bisa memfasilitasinya.
Kemarau tidak
lepas dari kasus kebakaran, terutama kebakaran hutan. Pengamanan hutan dan
pencegahan kebakaran hutan harus ditingkatkan. Pelu juga diwaspadai,
kemungkinan adanya oknum nakal yang menunggangi kebakaran hutan untuk melakukan
deforestasi hutan. Jika hal itu terus terjadi maka tidak bisa dipungkiri,
wilayah hutan kita yang kecil akan semakin mengecil.
Selain masalah
utama yang berupa titik api, asap sebagai dampak sampingan juga perlu
diwaspadai. Asap dapat mengganggu aktivitas masyarakat, seperti transportasi
dan mobilitas antar pulau, baik mobilitas orang maupun sembako. Yang paling
utama tentu saja bisa mengganggu kesehatan warga masyarakat.
Dari sudut
pandang agama, fenomena alam ini bisa jadi merupakan ujian, teguran atau bahkan
merupakan hukuman/azab kerana tingkah polah manusia yang sudah melewati batas.
Meskipun penyebab utama fenomena ini adalah ulah tangan manusia sendiri, ini
adalah salah satu cara alam memperbaiki dirinya sendiri sekaligus menjadi pelajaran
bagi manusia yang mau berpikir. Sudah saatnya kita kembali ke jalan yang benar.
Jika bukan kita
SEMUA (bukan sebagian merusak, sebagian memperbaiki) yang proaktif dan sadar
akan lingkungan, bukanlah hal yang mustahil jika suatu hari nanti, jambrud khatulistiwa
ini akan menjadi koral khatulistiwa.
No comments:
Post a Comment