Suara Rakyat Bukan Suara Tuhan
Masa pemilihan pemimpin, baik itu
pimpinan daerah, propinsi, Negara, maupun wakil rakyat, adalah saat yang paling
membahagiakan bagi rakyat. Rakyat dibuai berbagai janji manis yang diobral oleh
para oknum calon pemimpin. Janji itu
dijejalkan ke telinga mereka untuk menarik simpati dan mendapatkan suara
rakyat. Sepertinya rakyat hanya diperlukan pada saat-saat seperti itu. Rakyat
diagungkan seperti raja. Namun, menurut pengalaman, setelah terpilih, rakyat
kembali menjadi budak. Rakyat bagaikan seonggok daging yang diperebutkan domba
berhati serigala.
Pada saat itu tidak semua rakyat bersuara. Sebagian rakyat memilih
melakukan golput dengan berbagai alasan. Bahasa yang lebih manusiawi untuk
golput adalah adalah netral atau pihak yang tidak memilih. Alasan yang pertama
adalah keyakinan. Sebagian meyakini haramnya demokrasi karena menyamakan suara
golongan biru dengan golongan hitam. Misalnya ada satu mahasiswa dan sepuluh
oknum mahasiswa. Jika diadakan voting tentang pentingnya absen saat kuliah,
maka kemungkinan yang mendukung tidak pentingnya absen akan lebih besar. Dan
jumlah mayoritas akan menang sesuai SOP voting. Sebagian lainnya melakukan
golput karena tidak ingin dipersalahkan jika yang terpilih nanti menyeleweng,
karena para calon tidak mempunyai komitmen tertulis dengan rakyat. Alasan
lainnya adalah ragu-ragu. Bingung karena tidak mengenal para calon yang
biasanya hanya eksis di berbagai media saat musim pemilu akan dimulai. Pihak
yang masih ragu itu masih bisa dipengaruhi untuk memilih jika diberi argumen
yang meyakinkan. Golput adalah lambang kematian demokrasi namun golput adalah
suatu pilihan juga.
Pada akhirnya, rakyat diajak untuk memilih sesuai hati nurani mereka. Ada
pepatah yang mengatakan, Hati nurani tidak pernah salah. Jika pilihan rakyat
nanti bukan orang yang tepat maka keberadaan hati nurani orang yang memilih itu
patut dipertanyakan. Kepada rakyat yang zalim Tuhan akan menurunkan pemimpin
yang zalim juga. Pemimpin lahir dari rakyat. Jika sebagian besar rakyat sudah
berpredikat oknum, maka jangan heran jika pemimpinnya juga berpredikat oknum. Sekarang
mari kita mengukur diri apakah kita termasuk kalangan rakyat yang zalim. Jika
tidak benar, maka kita tidak perlu khawatir akan pemimpin kita di masa depan. Namun
jika benar, maka kita harus bersiap siaga dan waspada untuk menyambut
kedatangan seorang oknum pemimpin yang (mungkin tidak sewenang-wenang namun)
tidak amanah. Jadi, tidak benar jika ada yang menyatakan suara rakyat adalah
suara Tuhan. (Zet.@, 2008)
Image dari ayikngalah
Image dari ayikngalah
No comments:
Post a Comment