BALADA ORANG GILA
Ini adalah cerita tentang
orang gila karena tuntutan naskah drama. Dia gila karena cita-citanya menjadi
dokter tak kesampaian. Dia selalu membuat provokasi yang membuat situasi
memanas.
Panggung menggambarkan
sebuah trotoar jalan di tengah kota. Orang gila berjalan masuk dengan gaya khas
orang gila.
OG: wah...dunia ini memang sudah gila, gila harta, gila jabatan, gila uang
dan teman-temannya. Termasuk [menunjuk
penonton] orang-orang ini. Mereka menganggap aku gila hanya
karena...potongan rambutku. Padahal aku kan tidak gila beneran.
[berjalan ke ujung trotoar]
Dua orang petugas RSJ masuk
dari ujung trotoar lainnya. Mereka berbincan-bincang dengan santai.
P1: Bro, sebenarnya apa tugas kita?
P2: Tugas kita adalah mencari orang-orang yang sinting diantara mereka
semua [menunjuk penonton].
P1: Ooo begicu ya. [melihat ke arah
orang gila] Bro, coba lihat orang itu!
P2: Dimana Dimana Dimana [mencari-cari]
P1: [menepuk pundak temannya]
Itu.. dekat meja guru..[menunjuk ke arah
orang gila]
P2: [memejamkan matanya] Mana?
Aku tak melihatnya!
P1: [kesal] Makanya..mata itu
dibuka!
P2: [membuka matanya lalu
mengangguk-angguk] Memangnya kenapa, Bro? [tidak mengerti]
P1: Aduh....[semakin kesal] Dia
kan mirip orang gila!
P2: [mengamati dengan seksama]
Benar juga. Ayo kita tangkap dia!
Kedua petugas itu berjalan
mendekat, orang gila itu juga berjalan ke arah mereka sehingga mereka bertemu
di tengah trotoar. Kedua petugas itu menangkap orang gila itu dengan memegang
kedua tangannnya. Orang gila itu memberontak.
OG: Lepaskan aku! Hanase!!
Orang gila itu berhasil
melepaskan diri dan melarikan diri ke ujung trotoar. Saat P1 hendak
mengejarnya, dia dicegah oleh P2.
P2: Jangan dulu! Kita harus memberinya kesempatan untuk berakting,
mengerti!
P1 mengangguk-angguk tanda
kalau dia sudah mengerti dengan jelas sekali.
OG: kalian monster jahat! Kalau begitu aku harus bertindak! KEKUATAN! [Memasang kuda-kuda untuk berubah wujud]
HENSHIN!! [hening, tidak ada yang terjadi]
wah, benar juga. Tidak ada sinar matahari di sini. Saya tidak bisa berubah
kalau gak ada matahari. Saya kan anak matahari.
P2: Sekarang saatnya. Ayo kita tangkap dia! [memunjuk ke arah orang gila]
P1: Ayo, jangan sampai dia lolos lagi.
P1 dan P2 bergerak menangkap
orang gila itu.
OG: [memberontak lalu melarikan diri] Selamat tinggal.. Adios...Jaa.. [keluar dari panggung]
P1: Gawat! Dia lari! Ayo kita kejar!
P2: Tentu saja. Ayo, kita harus cepat menangkapnya sebelum wabah yang
dibawanya menular. [P2 dan P1 keluar dari
panggung]
Panggung menggambarkan suasana
sebuah beranda rumah.
BP: [mondar-mandir sambil memikirkan
sesuatu] Kemana dia? Katanya lari pagi, tapi sudah tengah hari begini belum
pulang juga. Masa dia diculik?
AN: Tadaima... Aku pulang...
BP: [belum mendengar] awas nanti
kalau pulang. Aku beri pelajaran etika dia [kesal]
AN: [lebih keras lagi] TADAIMA, AKU PULANG
BP: [terkejut dan kesal] Jam
berapa ini kau baru pulang? [menunjuk ke
arah jam dinding]
AN: Jam berapa memangnya, Pak?
BP: Ini sudah
jambore nasional! Jadi, kamu
harus siap-siap ke Cibubur! Ini sudah jam atau lebih tepatnya pukul 12.00, tau!
AN: Ooo begitu [lesu] Maafkan
saya, Pak!
[Memperhatikan wajah anaknya]
kamu kenapa? BP: Sakit? Dehidrasi?
AN: Tidak, Cuma kelelahan
BP: Ah, masa?
AN: Iya [meyakinkan Bapaknya]
BP: Sudahlah, tidak usah berdebat. Bapak akan menghubungi dokter [mengambil ponsel dan menekan nomornya.]
Orang gila lewat dan
mendengarnya. Dia segera berubah wujud menjadi dokter. Lalu mendekati Bapak dan
Anaknya.
BP: Halo, Pak Dogter. Cepat datang, ya! Anak saya sakit keras.. terima
kasih, Pak.
OG: [Tersenyum licik lalu memakai
topi agar tidak dikenali] Aku datang...
BP: Wah, cepat sekali anda datang!
OG: Katanya tadi disuruh cepat, gimana sich?
BP: O,iya ya. Saya sampai lupa. Ini dia anak semata wayang saya, katanya
badannya kurang enak padahal saya sudah memberi bumbu yang cukup tanpa MSG.
OG: Memangnya makanan? [heran,
mengambil alat suntik yang besar] nah, sekarang [mengacungkan alat suntik] saat yang paling mengerikan [menakut-nakuti]
AN: [Ketakutan] memang mengerikan
[gemetar]
BP: Tenang saja, tidak apa-apa. Ayo kita ke dalam saja.
Anak dan Bapak keluar
diikuti oleh dogter gadungan. Dua orang masyarakat lewat.
M1: Sebaiknya kita berhenti dulu. Aku sudah lelah. [memijat-mijat lututnya]
M2: Baiklah, kita istirahat disini saja.
M1: Pohon ini rindang sekali,ya!
M2: Tentu saja rindang. Ini kan di dalam kelas.
M1: [Mengangguk sambil tersenyum]
aku lupa [mengaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal] Oya, bagaimana nasib kita ini? Sudah di pecat, diPHK dan..[putus asa]
M2: Tidak dapat pesangon ya, kan? [Menarik
napas panjang] Yah.. kita hanya mayarakat kecil yang selalu ditindas dan
dijadikan tumbal.
M1: Tidak ada gunanya kita mengeluh
M2: Benar! Kita harus mencari pekerjaan baru.
M1: Tapi pekerjaan apa? Kita hanya punya Ijazah TK. Ijazah yang lainnya kan
sudah terbakar.
M2: Apa saja. Yang penting pekerjaan itu halal.
AN: [masuk dan berteriak]
Tolong..Tolong...
M1: Ada apa, Nak?
AN: Saya takut disuntik..[gemetar]
Bapak dan dokter menyusul
masuk.
M2: Siapa yang mau menyuntik kamu?
AN: Dia... [Gemetar sambil menunjuk
ke arah Dokter]
M1: [Menghalangi bapak dan dokter]
Ada apa ini , Pak-Bapak?
BP: Anak saya sedang sakit dan dia ini dokter yang mau menyuntiknya.
P1: [Masuk bersama P2] Ada apa
disini? Saya mendengar teriakan minta tolong.
M2: Ooo hanya
masalah kecil. Anak ini [menunjuk anak] tidak mau disuntik oleh
dokter itu [menunjuk dokter]
P1: [Menepuk pundak temannya] Bro,
dia kan orang gila itu.
P2: Benar, ayo kita tangkap dia [bersama
P1 membekuk OG]
BP: Bagaimana dengan anak saya, Pak?
P2: Perlu anda ketahui, dia ini orang gila, gak waras, madhuman.
P1: [Berbicara pada M1 dan M2] Nah,
untuk bapak berdua yang telah membantu kami, saya akan memberikan [mengambil dompet dan menghitung uang di
dalamnya]
M1 dan m2 menggosok-gosokkan
telapak tangannya.
P1: Tulisan terima kasih untuk bapak berdua. Jika ingin banyak, silahkan
anda fotcopy sebanyak-banyaknya.
M1 dam M2 lemas dan kecewa.
M1: Hanya ini, Pak? Apa tidak ada yang lain?
P2: Jika mau, anda berdua bisa bekerja bersama kami di RSJ.
M1 dan M2 saling
berpandangan.
M2: Boleh, lah. Kami memang sedang perlu pekerjaan. Terima kasih, Pak.
P1: Topi siapa yang kamu pakai ini? Lepaskan! [Melepas topi OG]
BP: [Seperti mengingat sesuatu saat
melihat wajah OG] Tunggu, Pak! Sepertinya saya mengenal
dia. Dia teman saya saat SMA. Namamu Ragil, Kan?
OG: Iya, Bro [lesu]
BP: Kenapa kamu bisa begini?
OG: Saya begini karena peran saya dalam drama ini adalah orang gila.
BP: Ya, Sudah. Berhubung drama ini sudah selesai, kau tidak perlu menjadi
orang gila lagi,ya! [berbicara pada P1 dan P2] Terima kasih , Pak. Bapak semua boleh
pulang. [Pada Orang gila dan anak] Ayo kita semua pulang. Semua pemain keluar panggung.
Akhirnya orang gila itu
tidak gila lagi karena perannya sebagai orang gila dalam drama ini sudah
berakhir.
No comments:
Post a Comment