LASKAR NIJI
Pada awalnya, aku pergi ke sekolah hanya untuk bersenang-senang dengan teman-temanku. Aku tidak begitu peduli dengan prestasiku di kelas. Yang penting bagiku adalah naik ke kelas berikutnya. Itulah yang ada dalam pikiranku. Hingga akhirnya pada suatu hari, saat kenaikanku dari kelas 3, aku meraih peringkat ke-30 dari 30 siswa. Setelah melihat hasil yang kuraih, Ayahku menunjukkan raport miliknya.Beliau selalu meraih peringkat pertama sejak kelas 1 hingga kelas 6 Sekolah Dasar. Beliau memintaku belajar lebih serius. Selain itu, Beliau memberikan peringatan keras agar aku tidak melegalkan segala cara untuk meraih nilai. Ibuku juga memberikan semangat padaku meski beliau sendiri tidak pernah mengenyam pendidikan dasar. Aku selalu mengingat hal itu dalam hatiku. Aku berjanji akan belajar dengan lebih serius. Saat itu, seluruh siswa kelas 3 naik ke kelas 4.
Semester baru mulai berjalan. Aku menambah jam belajarku. Meski begitu, waktu bermainku juga masih tersedia. Ayahku malah melarang jika seluruh waktuku digunakan untuk belajar. Beliau ingin agar aku juga menikmati masa kecilku dan bisa bersosialisasi dengan baik. Menurut beliau, Ikatan batin teman berlainan darah bisa melebihi saudara sekandung yang terikat pertalian darah.
Akhirnya semester pertama berakhir. Aku mendapat peringkat ke-25 dari 30 siswa. Aku merasakan kegembiraan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Pada semester kedua yang juga kenaikan kelas, aku duduk di peringkat ke-20 dari 30 siswa. Yang diberi ijin melanjutkan ke kelas 5 ternyata cuma 20 siswa. Aku bersyukur sekali. Jika aku masih tetap pada prinsipku yang dulu, aku pasti akan tetap berada di kelas 4. Untunglah keempat sahabatku juga naik kelas.
Pada semester pertama kelas 5 aku berhasil meraih peringkat ke-15 dari 20 siswa. Aku berhasil melampaui keempat sahabatku. Ternyata mereka tidak terima. Mereka selalu mengajakku belajar bersama sebelum bermain bersama. Akhirnya kami membentuk satu kelompok belajar.
Pada kenaikan kelas, aku meraih peringkat ke-11 diikuti keempat sohibku (mereka lebih dari sahabat). Saat kutunjukkan Raport tersebut pada ayahku, beliau diam saja. Dia hanya meminta agar aku mencoba menembus sepuluh besar. Aku sedikit kecewa. Ibuku meyakinkanku jika ayah sebenarnya bangga padaku meski beliau tidak menunjukkannya. Benar juga. Aku hampir lupa tabiat beliau yang tidak suka memperlihatkan emosinya.
Saat kelas 6, Aku dan keempat sohibku lebih sering belajar bersama agar bisa menembus 10 besar. Akhirnya semester pertama berakhir. Aku berhasil meraih peringkat ....ke-11 untuk kedua kalinya. Keempat sohibku juga masih berada di peringkat yang sama. Salah satu sohibku berkata bahwa kita tidak mungkin bisa menembus barisan Laskar Niji. Itu adalah julukan untuk 10 anak yang selalu mengisi Slot 10 besar. Mereka telah menduduki posisi 10 besar sejak kelas 3. Mereka berasal dari keluarga mapan karena orang tua mereka bekerja di perusahaan tambang batu bara. Setelah me-recall memory dalam otakku, aku mengangguk-angguk. benar juga. 10 batang hidung itu selalu berdiri di depan kelas sebagai 10 besar.
Namun kami berlima tidak menyerah. Kami ingin mencapai nilai terbaik pada ujian Nasional. Kami belajar lebih keras. Tidak lupa kami berdo'a pada Yang Kuasa agar ilmu kami bermanfaat kelak. Keempat sohibku terus belajar dengan keras meski mereka tidak tahu apakah akan melanjutkan ke tingkat SLTP atau tidak.
Setelah melewati Hari-hari Ujian Nasional yang menegangkan, hasil ujian diumumkan. Aku terkejut karena namaku menduduki urutan pertama dari 5 SD yang ada di kecamatan yang sama. Keempat sohibku juga masuk 5 besar NEM se-kecamatan. Yang lebih mengejutkan, laskar niji menduduki 10 peringkat terbawah.
Dengan hasil tersebut, akhirnya terkuak skandal terbesar di sekolah kami. Para orang tua dari Laskar niji memberikan uang lembur kepada wali kelas anaknya agar memberikan nilai yang memuaskan di raport anak mereka.
Benar kata ayahku, melakukan tindakan ilegal bagaikan menyimpan bangkai. Semakin lama tersimpan maka akan semakin bau. Suatu saat, jika ditemukan, baunya akan meluas. Seharusnya bangkai itu dikubur, bukannya disimpan.
Dilain pihak, dengan prestasi yang mereka raih, keempat sohibku mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke tingkat SLTP. Aku turut bergembira karena mereka memutuskan untuk terus bersekolah di tengah himpitan ekonomi keluarga. Aku sendiri meneruskan ke SLTP yang ada di Kota. Di sanalah lembaran hidupku yang baru dimulai.
No comments:
Post a Comment