Tidak bisa
dipungkiri jika tanah adalah aset yang amat sangat berharga, bahkan kadang
lebih berharga dari nyawa [bagi sebagian kecil orang]. Tanah memiliki sifat
yang sangat bertolak belakang dari materi lainnya di muka bumi. Sebut saja
kendaraan atau alat elektronik. Harga jualnya akan semakin menurun sesuai umur
pemakaian benda tersebut. Sebut saja ponsel keluaran terbaru, harganya bisa
jatuh tersungkur meskipun hanya dipakai selama beberapa bulan. Apalagi jika
ponsel itu sempat mengalami kecelakaan seperti terbentur meteor atau tersiram
lava gunung berapi.
Berbeda dengan
harga tanah. Semakinlama harganya akan semakin menanjak naik ke atas hingga
menyentuh plafond langit. Seperti tanah di sebelah rumah tetangga. Beberapa
tahun lalu, satu kapling tanah di sana tidak laku dengan harga jual 5 juta.
Saat ini tanah itu sudah memiliki harga jual sekitar 15 juta. Hal ini terjadi
karena semakin ramainya wilayah sekitar, adanya jalan masuk ke wilayah
kaplingan dan beberapa alasan yang tidak bisa diceritakan di sini. Meskipun
harga jual itu berdasarkan asumsi semata karena jika harga jual berdasarkan
NJOP setempat, harga itu mungkin kelipatan dua dari NJOPnya.
Banyak sekali
kasus yang melibatkan tanah ini. Sebut saja di sebuah desa di negeri tetangga.
Ada sebidang tanah yang luasnya kurang lebih dua hektar. Tanah itu begitu tidak
terurus hingga rumputnya mencapai ukuran dinosaurus. Sudah puluhan tahun tidak
ada orang yang mengurus ataupun memperhatikan lahan tersebut. Akhirnya muncul
orang orang yang ”berinisiatif” untuk mengurus tanah itu. Bahasa kerennya itu
membagi-bagi lahan. Untung saja sebelum kejadian itu terjadi, sang pemilik
tanah asli datang. Tentu saja dengan membawa sertifikat yang sah dan ada
beberapa saksi yang masih hidup.
Dari kasus ini
bisa petik maknanya. Tanah merupakan aset yang bisa memancing siapa saja untuk
memilikinya hingga muncul istilah preman tanah. Mereka mencari tanah tanah
kosong yang tidak terurus kemudian memberikan patok dijual dengan nama dan
nomor mereka. Entah bagaimana jadinya, banyak orang yang terjebak menjadi
pembeli dan setelah sekian tahun, pemilik aslinya datang. Dan disitulah mulai
muncul masalah karena pembeli merasa benar. Dia membeli dan mendapatkan
sporadik dari penjual tanah terdahulu. Sudah banyak kasus dimana pembeli tanah
tertipu karena tanah yang dibelinya ternyata bukan milik penjual aslinya.
Ada juga kasus
dimana ada tanah yang dipotong untuk jalan tanpa korfirmasi terlebih dahulu
dengan pemilik tanah. Meskipun jalan itu untuk kepentingan umum, paling tidak
warga desa atau masyarakat lingkungan tersebut menghubungi pemilik tanah untuk
mengkomunikasikan kegiatan yang akan dilakukan. Pembuatan jalan itu sangat
disesalkan oleh pemilik tanah seolah olah keberadaannya tidak dianggap.
Batas tanah saja
bisa menjadi masalah, apalagi batas desa. Batas desa harus memiliki definisi
yang jelas. Jika tidak jelas, batas ini bisa menjadi bom waktu yang akan sangat
berbahaya jika meledak. Misalnya di suatu wilayah terdeteksi adanya bahan
tambang yang tidak akan habis selama 11 keturunan. Warga desa terdekat tentu
saja akan mengklaim jika wilayah itu masuk ke desanya. Nah, jika ada dua atau
tiga desa yang berada dekat dengan wilayah itu, bisa dipastikan bagaimana
kondisinya jika perbatasan desa di wilayah tambang itu tidak jelas.
Seperti kasus
sebuah perumahan besar di perbatasan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Hal
ini berkaitan dengan pemasukan atau bisa dibilang pendapatan daerah. Akhirnya
perumahan itu dibagi dua, entah berapa persen besarannya sehingga tidak lagi
terjadi konflik. Kejadian lucu itu ketika sebuah rumah dan rumah disebelahnya
memiliki perbedaan kependudukan. Satu rumah memiliki KTP Banjarmsin dan
tetangganya memiliki KTP Kabupaen Banjar. Yang lebih lucu, ada satu rumah yang
terbelah dua berdasarkan wilayah. Pemiliknya yang bingung saat bayar pajak bumi
dan bangunan, ke Kab Banjar atau ke Kota Banjarmasin.
Selain antar
kabupaten, batas tanah juga menjadi konflik antar propinsi. Ada sebuah cerita
dimana ada propinsi yang mengklaim batas tanah milik tetangganya. Untung saja
propinsi tetangga ini memiliki berkas yang lengkap. Berkas itu telah diwariskan
oleh leluhur yang mengurus kesepakatan batas tanah di masa lalu. Berkas itu berisikan
tanda tangan para sesepuh yang telah berunding mengenai batas propinsi. Benar
benar salut dengan beliau. Menyimpan berkas dengan hati hati dan memberikan
pesan pada penerusnya saat beliau pensiun agar menjaga berkas itu. Ternyata
benar karena di masa kini terjadi konflik tanah dengan propinsi lain.
Untuk masalah
batas negara sepertinya tidak perlu lagi dijelaskan. Cukup dengan kekuatan
google, semua itu bisa jelas. Penulis hanya menceritakan cerita dari pelaku
yang mengalami masalah tanah di lingkungan sekitar. Zet.@ Rider 152530102018
No comments:
Post a Comment