Saturday, December 15, 2012

Artikel Demo


AKSI DEMO CRAZY


Sedikit review tentang aksi dan reaksi dari aktivitas yang disebut sebagai DEMO.


Demo, demo dan demo. Ini bukan demo dalam bahasa Jepang yang artinya akan tetapi tapi demo dalam bahasa Indonesia. Sekarang ini aksi demo menjadi salah satu pilihan manjur bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya. Namun aksi ini sering diwarnai, dibarengi, dibumbui, dan disemangati dengan aksi perusakan. Mereka adalah para oknum (monster) yang menyamar dalam barisan prajurit dan akhirnya akan muncul sebagai destroyer jika saatnya sudah tiba (yaitu saat genderang perang telah ditabuh). Seperti di film-film laga itu lho. Saat dua orang sudah mengambil kuda-kuda untuk berlaga, maka saat orang ketiga bersin, dua orang itu langsung bergerak saling menyerang. Jadi, bersinnya orang ketiga adalah Dornya pada lomba lari. Kembali ke judul. Mengapa pada acara demo harus ada acara bertukar batu dan amunisi? Sepertinya hal itu sudah menjadi trend yang (tidak akan) sulit ditinggalkan... atau trend yang tidak akan (sulit) ditinggalkan.

Kalau mau demo ya demo aja. Jangan make acara penghancuran bangunan dan properti gitu donk. Meski yang rusak cuman pagernya doank. Itu pake duit mbuatnya. Tau gak duit siapa? Ya duit dia-dia (para demonstran) juga. Mana ada pejabat yang mau bangun rumah dinas dengan duit di kantongnya? Jadi, kalau para monster itu ngerusakin lingkungan, yang rugi ya mereka (dan keluarga mereka yang sudah membayar) juga. Masa duit hasil pajak cuman buat memperbaiki properti dan bangunan? Duit itu harusnya buat bangun bangunan yang baru dan kuat, bukan buat bangunan baru yang mudah rusak sehingga tiap taon perlu dana perbaikan. Wasting money aja kalo gitu ceritanya. Kalo yang di wasting bukan duit rakyat sih gak apa-apa.

Kembali ke topik demo crazy dan imbasnya. Siapa yang sedihnya tidak ternilai? Salah satunya (yang pasti) adalah yang ngerancang bangunan itu, atau dengan kata lain, Arsiteknya. Bahasa gaulnya itu tukang rancang bangun. Bisa jadi bangunan itu adalah masterpiecenya atau bahkan satu-satunya rancangan dia yang terbangun (dibangun). Jadi, bisa dibayangkan bagaimana hancur dan luluhnya hati sang tukang saat dia melihat bangunan semata wayangnya menjadi korban perang yang awalnya memperjuangkan kebenaran. T.T. Apa perlu sang tukang merancang bangunan yang bisa melindungi dirinya sendiri? Bangunan dengan kecerdasan buatan yang bisa mendeteksi adanya bahaya dari aura manusia yang ada di sekitanya? Jadi, jika ada indikasi pertempuran dengan senjata api, bangunan ini akan mengaktifkan dinding anti pelurunya. Jika terdeteksi rudal atau semacamnya, bangunan ini bisa mengaktifkan perisai dengan pola rumah lebah, seperti dome gitulah. Seperti di film-film canggih itu lho. Dome ini juga berfungsi membatasi bencana. Jadi, jika ada tabung gas yang meledak dari dalam bangunan, ledakannya tidak akan menyebar ke tetangga. Hmm, aneh, apa ini fungsi yang menguntungkan atau merugikan. ???
Sebenarnya wondering juga. Apa sih yang bisa dihasilkan dengan demo secara santun? Yang di demo juga (malah) nyantai kalau yang demo itu tenang bagai air danau yang beku, hanya diiringi suara jangkrik yang sumbang. Tapi kalau demonya seru, pake acara tawuran segala, dijamin yang di demo (ya jelas) pada ngacir dan kabur. Jika demo belum menemukan hasil, ya cari cara lain agar bisa menarik perhatian yang di demo tapi jangan dengan demo aliran brutal alias brutalisme. Aliran ini sepertinya pelampiasan stress karena banyaknya tugas kuliah (bagi suku A), pelampiasan tenaga yang berlimpah karena tidak ada pekerjaan (bagi suku B) dan pelampiasan karena tidak puas pada apa yang sudah diterima (bagi suku C). Penyaluran ABC ini tentunya memberikan beban pada negara, terutama masyarakat yang ada di sekitarnya. Demo bisa melumpuhkan pergerakan transportasi. Kalau banyak yang ngumpul di jalan, kendaraan kan gak bisa gerak. Macet kan jadinya? Tapi macet kali ini bukan gara-gara Sikomo yang lewat. Kadang bukan karena halangan di jalan yang bikin kendaraan tidak bergerak melainkan karena drivernya yang demo. Yang prihatin ya yang sering menggunakan jasa mereka. Prihatin kerana harus berjalan 1000 langkah sehari (sebenarnya itu bisa menyehatkan lho) J.

Demo yang menyakiti diri sendiri juga sebaiknya jangan dilakukan. Itu hanya menambah derita jasmani/fisik pada rohani yang (sudah) menderita. Demo macam ini malah menimbulkan pertanyaan. Apakah ini salah satu bentuk depresi pelaku yang diwujudkan dengan penyiksaan pada dirinya sendiri? Demo juga gak boleh maksa. Masa yang gak mau demo kok di paksa demo? Demo itu perlu keikhlasan hati agar yang di demo itu bisa ikhlas mendengar dan bisa memecahkan masalah yang sedang berkecamuk itu. (Zet.@, 14 Dec 2012)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...