Semua orang, setiap manusia dewasa
pasti mengetahui jika setiap tahun, pertumbuhan populasi manusia semakin
bertambah. Itu adalah salah satu ciri alamiah makhluk hidup dan tidak bisa
dihindari. Hal ini tentu saja dibarengi dengan perkembangan pemukiman yang
menjadi kebutuhan manusia tersebut. Semua fasilitas dan sarana pendukungnya
juga berkembang, seperti jalan, bangunan perumahan [tempat tinggal], bangunan perkantoran
[tempat kerja], bangunan industri [tempat produksi], bangunan perdagangan
[tempat bisnis], pergudangan [tempat penyimpanan], dan bangunan umum seperti
pemerintahan, sekolah, dan rumah sakit. Sayangnya, fasilitas RTH tidak bisa
berkembang sepesat fasilitas lainnya padahal kebutuhan akan oksigen juga
semakin meningkat. Kepentingan fasilitas RTH ini terpingggirkan oleh bisnis
yang semata-mata hanya berorientasi pada uang.
Kasus yang mencuat akhir-akhir ini
adalah kasus RTH Kamboja di Kota Banjarmasin, Kota yang pernah berjuluk Kota
Seribu Sungai. Pada awalnya, lahan seluas 4,2 hektar ini adalah lokasi
pemakaman. Setelah makamnya dipindahkan, lahan Kamboja ini direncanakan menjadi
RTH Kota Banjarmasin. Ternyata pada kenyataannya, Pemerintah Kota memiliki
kehendak dan maksud lain. Mereka mendiskon lahan itu hingga 50%. Separuh lahan
akan dijadikan fasilitas bisnis, bisa berupa ruko, pusat perdagangan maupun
mall. Dengan alasan dana yang terbatas, Pemerintah Kota mengajak pihak ketiga
untuk membangun RTH ini. Jika wacana ini menjadi kenyataan, maka warga
Banjarmasin akan kehilangan Aset berharga mereka seluas 2 hektar.
RTH atau ruang terbuka hijau adalah
area yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat di mana tanaman tumbuh secara
alami maupun ditanam dengan sengaja. Kebanyakan ditanam dengan sengaja karena
tanaman yang bersifat liar bisa membahayakan penggunanya. RTH bisa menjaga
ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air. Hal ini karena lahan RTH tidak
diperkeras sepenuhnya, melainkan hanya sebagian kecil saja. RTH juga menjaga balance atau keseimbangan antara
lingkungan alam dengan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan
masyarakat.
Ditengah semaraknya polusi udara dari
kendaraan bermotor yang jumlahnya semakin meningkat tak terkendali, di saat
terik mentari yang panas membakar tak kenal ampun, di kala program pemanasan
global tidak bisa terkontrol lagi, keberadaan RTH sangat dibutuhkan. Hal ini
dikarenakan kemampuan RTH sebagai pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi
udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar. RTH bisa juga berfungsi
sebagai peneduh dan produsen Oksigen gratis yang merupakan kebutuhan primer
manusia untuk hidup. Apakah manusia harus merasakan mahalnya membeli oksigen
agar manusia mengerti arti pentingnya RTH?
Ditengah kemajuan dan perkembangan
jaman yang menciptakan manusia egois, individualis, konsumeris dan
materialistis serta hedonis, keberadaan RTH bisa berperan penting karena RTH memiliki
fungsi tambahan. RTH bisa menjadi medan silaturahmi warga kota, ajang hiburan
dan rekreasi keluarga yang murah meriah [tidak gratis kerana biasanya ada
ongkos parkir], objek sekaligus wadah edukasi, riset dan pelatihan dalam
mempelajari alam. Misalnya, setiap pohon dan tanaman diberikan papan nama yang
memuat nama lokal dan nama ilmiahnya. Kalau perlu ditambahkan kegunaan dan
manfaat masing-masing tanaman. Keberadaan RTH juga diharapkan mampu
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota.
Di tengah padatnya hutan beton,
gedung-gedung yang saling berdesakan, ditengah gemuruh kebisingan armada
bermotor, keberadaan RTH bisa menjadi pilihan bijak karena RTH adalah pembentuk
faktor keindahan arsitektural. RTH bisa meningkatkan kenyamanan, memperindah
lingkungan kota, menyediakan habitat satwa serta menciptakan suasana serasi
antara area terbagun dan tidak terbangun. RTH diharapkan bisa mengembalikan
kicauan burung yang saling bersahutan satu sama lain sehingga bisa mengeliminir
hingar-bingarnya kuda besi yang dipacu sepanjang hari. Selain burung-burung
yang bermanuver di antara pepohonan, serangga seperti kupu-kupu juga diharapkan
bisa hadir dengan adanya RTH. Pada malam hari, kunang-kunang adalah serangga
yang diharapkan meramaikan suasana RTH.
Undang-Undang No. 26/2007 tentang
Penataan Ruang telah mengamanatkan keharusan keberadaan RTH. Pengembangan RTH
perkotaan juga diatur dalam Permen Dagri Nomor 1 Tahun 2007 tentang penataan
Ruang Terbuka Hijau Perkotaan. Teknis penyediaannya diatur dalam Permen PU Nomor:
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Kota. Berdasarkan
tiga landasan hukum yang telah beredar itu, kalangan pemerintah di “atas” sana pasti
mengetahui jika luas RTH sebuah kota minimal mencapai nilai 30% dari luas
keseluruhan kota. Dari syarat 30% tersebut, porsi RTH publik sendiri ditetapkan
sebesar 20 persen, sedangkan 10 persen sisanya adalah RTH privat yang dimiliki
oleh perseorangan. Dikutip dari Naz Journal November 2011
“Dari
hasil survei tahun 2007 dengan menggunakan perhitungan Sistem Informasi
Geografis atau Geographic Information System (GIS), diketahui bahwa luas
RTH publik di Kota Banjarmasin hanya 727,73 hektare atau 10,11 persen. Namun,
kini luasnya diklaim telah bertambah menjadi 17 persen.”
Dari situasi yang berkembang
saat ini, untuk memenuhi sisa kebutuhan 3% saja pemerintah kota terkesan ngos-ngosan. Jadi, kita mungkin hanya
bisa bermimpi jika RTH publik di Kota Banjarmasin bisa lebih dari 20%. Namun
kita patut bersyukur jika nilai 20% ini berhasil dipenuhi oleh Pemerintah Kota.
Pembangunan RTH harus diperjuangkan.
Keterbatasan dana bisa diatasi dengan pembangunan bertahap. Kawasan RTH tidak
boleh disunat apalagi dikebiri. Pengalihfungsian lahan ini pada awalnya
bertentangan dengan RTRW (rencana tata ruang wilayah), namun karena kekuatan
adidaya bisnis, luas RTH dalam RTRW bisa disesuaikan sesuai dengan rencana Oknum
Pemerintah Kota menjadi seluas hanya 2 hektar. Rencana RTH tidak boleh
ditumpulkan dengan alasan apapun. RTH kota yang ideal tersebar secara merata
mulai dari lingkungan RT, lingkungan RW, Lingkungan Kelurahan, Lingkungan
Kecamatan sampai Lingkungan Kota. Jangan sampai RTH ini menjadi makhluk langka
di masa depan. RTH jangan sampai hanya menjadi dongeng pengantar tidur bagi
generasi millenium berikutnya. Sambil menunggu pemerintah memenuhi syarat RTH
publik, kita juga harus berupaya untuk memenuhi nilai 10% untuk RTH privat. Semua
hal itu berangkat dari diri sendiri. Kita harus memulainya dari diri kita
sendiri. Jika bukan kita yang memulai, maka siapa lagi yang akan memulainya?
Sebagai penutup dari tulisan yang
amat singkat ini, ada sebuah pepatah kuno yang patut direnungkan oleh kita
semua. Sebenarnya tidak terlalu kuno juga sih kerana dari bunyinya, orang yang
membuatnya berada pada peradaban modern. Tidak diketahui dengan pasti siapa
yang membuatnya, yang disebutkan hanyalah “kepala suku Indian di suatu tempat
di Amerika”. Singkatnya, pepatah itu berbunyi ”Saat pohon terakhir di bumi tidak lagi
berbuah, saat sungai terakhir di bumi tidak lagi mengalir, maka manusia akan
menyadari jika uang tidak bisa dimakan dan mengobati rasa dahaga”.
Credit to Original Creatore, Z
No comments:
Post a Comment