Fenomena
Kabut Asap
Kabut, akhir-akhir ini kata itu begitu terkenal. Apakah kabut itu dan dari mana asalnya? Apakah berbahaya atau bermanfaat?
Setiap
orang mengetahui jika bumi terus berputar meskipun tidak merasakannya secara
jelas. Perputaran itu membuat bumi mengalami musim yang silih berganti. Dalam
pergantian musim itu manusia terus melakukan pembangunan. Sayangnya,
pembangunan ini tidak disertai dengan kebijakan pada lingkungan. Zaman semakin
maju namun kearifan pada lingkungan semakin menurun. Kegiatan buang sampah
tidak pada tempatnya terus terjadi. Di mana kah semboyan “kebersihan sebagian
dari iman” diletakkan? Hal ini memicu terjadinya banjir pada musim penghujan. Selain
karena tumpukan sampah yang menggunung, banjir juga diakibatkan habits masyarakat yang melakukan
perusakan hutan (deforestasi) seenaknya.
Habits itu sebenarnya logis saja. Masa tanam saat musim penghujan dan panen
saat musim kemarau. Setelah panen itulah terjadi proses kremasi sisa lahan
sekaligus kremasi untuk pembukaan lahan baru. Ritual inilah yang memunculkan
fenomena alam yang disebut sebagai kabut asap. Kebakaran hutan juga terjadi
secara alami namun jumlahnya tidak sebesar dan seluas hasil ritual masyarakat
yang terorganisir dengan baik.
Kabut
asap ini terjadi setiap tahun dengan rutin. Pihak terkait juga rutin memberikan
komentarnya, “kita jadikan ini sebagai
pelajaran”. Kabut asap ini termasuk tindakan protes dari alam karena
kegiatan manusia yang tidak manusiawi pada alam. Meraka bahkan menyampaikan
protesnya hingga lintas negara. Kabut ini juga memberikan persepsi negatif pada
produsennya di mata dunia internasional. Kabut asap membawa dampak bagi manusia
baik secara finansial maupun kesehatan. Kabut bisa menjegal lalu lintas, baik
darat, laut maupun udara yang tentu saja akan berimbas pada roda perekonomian
masyarakat. Dari segi kesehatan, kabut bisa mengisi paru-paru manusia dengan
kandungan kimianya yang berbahaya sehingga meningkatkan jumlah penderita
penyakit saluran pernapasan. Dari segi estetika, kabut ini bisa merusak
pemandangan. Jalanan yang eksotis bisa menjadi jalur horor karena jarak pandang
hanya puluhan bahkan bisa mencapai 5 meter. Dalam situasi tersebut, kendaraan
tidak akan bisa mencapai kecepatan maksimalnya. Hal ini tentu saja merugikan
bagi orang yang memiliki prinsip “waktu adalah uang”.
Fenomena
kabut asap harus diberikan solusi agar tidak menjadi rutinitas tahunan yang
akhirnya menjadi habits dan akan
dianggap biasa saja. Langkah awal adalah perlu adanya kesadaran dari masyarakat mengenai ritual
yang mereka lakukan. Masyarakat harus disadarkan jika ritual itu membawa dampak
buruk pada lingkungan yang pada akhirnya akan membawa petaka bagi kelangsungan
hidup manusia itu sendiri. Ritual itu sebenarnya shortcuts yang menggiurkan karena bisa menghemat waktu dan biaya
namun dalam jangka panjang akan berdampak buruk pada kualitas lingkungan.
Pembakaran pada lahan gambut memiliki resiko yang lebih tinggi dari lahan pada
umumnya karena bisa menyebabkan kebakaran lahan dalam skala yang luas.
Jika
langkah persuasif dan damai tidak digubris, maka pihak terkait harus menegakkan
kebijakan tentang kelestarian lingkungan hidup yang sudah beredar. Kebijakan
tentang lingkungan hidup yang sudah dibuat itu pasti memuat sanksi bagi para
pelanggarnya. Pelaku pembakaran bisa dikategorikan pelaku kriminal meskipun
yang dikremasi adalah lahannya sendiri. Pelaku bisa terkena pidana berdasarkan
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Kebijakan yang berupa Undang-Undang
itu tidak boleh mandul begitu saja karena ancaman pidana maksimal 15 tahun
penjara hanya akan menjadi bahan ejekan dan gertakan semata. Tetapi perlu
adanya sosialisasi kepada masyarakat secara terus-menerus agar mereka tidak
lupa jika ada aturan seperti itu.
Jika
langkah preventif juga tidak bisa mencegah terjadinya kremasi lahan, maka hujan
buatan adalah satu solusi untuk menanggulangi kabut asap. Meski menelan cost yang tidak sedikit, pengadaan hujan
buatan masih lebih efisien dari pada dampak yang ditimbulkan oleh kabut asap. Meskipun
tidak terjadi secara alami, hujan buatan bisa mengusir kawanan kabut asap.
Selain itu, hujan ini bisa menjadi solusi dari musim kemarau yang
berkepanjangan.
Sebagai
penutup, marilah kita galakkan hobby
yang baik karena hal itu akan menyenangkan jika sudah menjadi habits. Bagi yang memiliki bad habits, mereka harus bisa keluar
dari tempurung kelapa, melihat dunia luar dan breaking the habits. Jika musibah dan bencana yang datang sudah
dianggap biasa sebagai efek bumi yang lansia, maka di masa depan, pepatah akan
berbunyi “tiada hari tanpa bencana”.
No comments:
Post a Comment