Monday, May 19, 2014

Sejarah Seorang Salesman

Manusia Penjual

Istilah itu mungkin kurang dikenal oleh masyarakat. Mengapa? Karena memang jarang digunakan. Yang sering digunakan dan lebih dikenal masyarakat lokal adalah Salesman. Ya, salesman. Pembentukan katanya sama dengan pembentukan kata superman. Salesman dalam bahasa Indonesia berarti manusia penjual, yaitu manusia manusia yang pekerjaannya adalah menjual. Masyarakat mengenal salesman dalam arti sempit. Penggunaan kata salesman hanya ditujukan pada orang-orang yang berkeliling untuk menjajakan barang. 


Dalam kehidupan, pekerjaan adalah sesuatu yang penting bagi seseorang apalagi orang itu tidak lagi menyandang predikat pelajar atau mahasiswa. Jika sudah lulus dari kuliah, maka ada dua predikat yang menunggu, yaitu pegawai/pekerja atau pengangguran. @ku pernah mengalami masa pengangguran ini, bahasa kerennya itu pencari kerja atau jobseeker.

Ada beberapa kendala yang ada saat itu. Tidak adanya sarana transportasi yang bisa digunakan dengan efektif. Angkutan ada tapi tentu saja perlu ongkos. Kendaraan belum ada juga. Meskipun ada, kemampuan mengendarai motor juga belum ada. Akhirnya, hanya menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak begitu jelas. Yang jelas adalah mengikuti lowongan kerja yang ada di koran, biasanya muncul pada Hari Sabtu. Nah, di koran itu muncul berbagai lowongan di berbagai bidang. Meskipun tak ada yang sebidang, @ku mencoba memasukkan lamaran ke berbagai sasaran. Ada yang bisa dikirim lewat pos, ada juga yang minta dikirim secara langsung.

Dari sinilah petualangan dimulai. Lamaran sudah diantar secara langsung. @ku mengincar posisi sebagai administrasi. @ku diminta datang pada keesokan harinya. Ternyata mereka memintaku untuk ikut bekerja dilapangan terlebih dahulu sebelum menjabat sebagai tenaga admin. Diriku yang lugu dan polos tentu saja tidak tahu jika itu adalah modus untuk menjadikanku sebagai salesman. Dengan berbekal keterampilan motor yang terbatas, @ku langsung ikut berpetualang. Tidak tanggung-tanggung. Langsung ke Kota Pelaihari. Jadi, perjalanan pagi dimulai dari rumah di Martapura ke kantornya di Banjarmasin. Lalu menjadi sales ke Pelaihari. Rasanya begitu luar biasa. Perjuangan demi sebongkah berlian.

Sesampainya di lokasi pertempuran, para sales menyebar dan memulai perjalanan dengan kaki. Biasanya yang menjadi target sasaran adalah perumahan, baik menengah ke atas maupun kalangan elit. Menjadi manusia penjual ternyata tidak mudah. Yang menjadi kendala utama adalah cuaca. Cuaca yang galau dan meneteskan air mata bisa membuat perjalanan terhenti. Infiltrasi ke perumahan-perumahan juga bisa terhambat. Cuaca yang terlalu cerah juga bisa memanggang kulit ari yang tipis. Selain cuaca, faktor waktu juga menentukan. Para sales bergerak pada siang hari, pada saat orang-orang menggunakan waktu istirahatnya. Tentu saja hal itu menjadi kendala karena mengetuk pintu rumah orang yang beristirahat itu tidak terasa etis, kecuali tukang pos yang wajib menyampaikan surat/paketnya.

Bahkan kadang-kadang, beberapa orang segera menutup pintunya yang terbuka saat melihat para sales mendekat. Itu menjadi penolakan halus yang tidak bisa dihindari. Mereka sepertinya merasakan aura berbahaya saat ada orang dengan penampilan sales mendekat. Reaksi seperti itu tidak ditunjukkan pada orang yang menanyakan alamat. Saat berhasil bertemu dengan target, bukan berarti misi salesman berhasil. Adanya beberapa oknum menyebabkan stigma buruk pada sales lainnya sehingga target yang sudah ditemui itu bersikap waspada yang berlebihan. Atmosfer seperti itu tentu saja tidak bagus untuk kesehatan.

Pekerjaan itu memaksaku untuk menyerah. Bukan kerana beratnya kerja, melainkan jarak tempuh yang begitu jauh setiap harinya. Meskipun ada kalimat motivasi yang selalu terbayang-bayang di telinga ”percepatan perubahan itu lebih penting daripada besarnya perubahan”. Bisa diartikan jika perubahan status pengangguran menjadi pegawai itu lebih penting dari pada besar gaji yang diterima. Pada masa sekarang, orang lebih memilih menganggur dari pada bekerja dengan gaji yang kecil. Itu bukanlah pilihan yang bijak. Kalimat motivasi itu terus terngiang-ngiang dimataku. Dengan berat hati, aku harus menyerah saat itu.

Waktu berlalu dengan cepat. Aneh sekali, @ku terus menemukan iklan lowongan dari perusahaan itu di koran. Mereka terus membuka lowongan di berbagai posisi. Bahkan mereka menampilkan jumlah gaji yang akan diterima. Oh, ini adalah suatu pembohongan publik yang besar. @ku baru menyadari hal ini setelah beberapa mengecap asam garam dan pahitnya dunia kerja. Lowongan sejenis juga banyak beredar. Mereka memakai bahasa yang keren seperti marketing executive yang sejatinya adalah salesman.

Ada juga lowongan dengan berbagai posisi dengan spesifikasi yang rinci namun tidak menampilkan nama perusahaan, hanya dengan PO.BOX. Tentu saja hal itu membuat @ku bingung saat menerima panggilan dari kantor tersebut. Tidak pernah merasa kirim lamaran ke perusahaan tersebut namun ada panggilannya. @ku diminta datang untuk melakukan tes tulis dan wawancara. Rasanya senang sekali saat menjadi peserta yang lulus. Keesokan harinya, hadir pada pagi hari dengan semangat kerja. Ternyata pekerjaannya juga tidak masuk akal bagiku. Mengumpulkan nomor telepon orang-orang (yang diperkirakan beruang) untuk menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Ternyata itu tidak mudah meskipun mereka selalu menceritakan kesuksesan para member terdahulu. Dengan berat hati, akhirnya @ku kembali mundur setelah tiga hari menghadiri kantor itu. Tentu saja setelah berpamitan dengan kepala divisi yang membawahiku.

Waktu kembali berjalan dengan cepat. Akhirnya, dengan adanya koneksi dari seorang saudara, @ku bekerja di sebuah perusahaan yang bidangnya berhubungan dengan keilmuan yang kumiliki. Itu adalah pekerjaan tersantai yang pernah kumiliki. Dengan berbekal pekerjaan itu, akhirnya dapatlah aku satu motor. Dengan kredit tentunya. Mana ada uang untuk orang macam kita beli kontan. Setelah menjalani masa kerja selama 6 bulan, dengan beberapa pertimbangan dan berbagai renungan @ku memutuskan untuk berhenti bekerja. Sebenarnya, bekerja di sana lumayan enak karena tidak perlu bersusah payah seperti sales tradisional.

@ku mendapat pekerjaan di Mall, tidak lama setelah resign dari kantor sebelumnya. Ternyata atmosfer Mall tidak cocok denganku. Terlalu berat jika dipaksakan. Akhirnya gaji pertama di sana juga menjadi gaji terakhir. Beberapa bulan kemudian, ada panggilan wawancara lagi. Ada sebuah perusahaan marketing yang membutuhkan tenaga, bahasa kasarnya ya sales juga, tapi pekerjaannya tidak seberat sales tradisional kerana tidak membawa barang. Posisinya terbagi 2, yaitu sales lapangan dan sales yang menjaga tokonya, basecamp, biasa disebut pramuka... eh, pramuniaga. Kerana @ku sudah trauma menjadi sales lapangan, @ku memilih posisi sebagai penjaga kandang.

Penjaga kandang memang sedikit lebih ringan dari sales yang berjuang lapangan. Ternyata penjaga kandang juga memilki target penjualan. Harus bisa mendapatkan nasabah. Owh, itu berita lama ternyata. Yang di incar sebenarnya gaji pokok sebagai pramuniaga, ternyata pemilik, dalam hal ini pimpinan cabang tidak ingin merugi. Terciptalah jadwal turun ke lapangan bagi para pramuniaga. Itu tidak terlalu merepotkan kerana menggunakan mobil perusahaan dan kita hanya perlu memberikan brosur pada orang yang kita temui. Yang merepotkan adalah perlunya tanda tangan dari penerima brosur. Benar-benar merepotkan itu. Sebenarnya ada pertentangan batin dalam diri ini. Mempengaruhi orang lain atau pihak luar untuk melakukan kredit itu bertentangan dengan prinsipku. Kredit menjadikan orang memiliki budaya konsumerisme. Kenapa @ku memilih jaga kandang? Kerana yang datang pastilah orang yang perlu. Kita tidak perlu membujuk secara persuasif, hanya perlu diarahkan. Nah, jika berjuang dilapangan, kita dihadapkan pada orang yang tidak perlu dan harus berusaha agar orang itu tertarik dan akhirnya terjerumus ke dalam kubangan kredit dan hutang yang dalam.
Karena tekanan untuk berjuang itu begitu besar, akhirnya @ku menyerah dan mengundurkan diri. Empat bulan itu waktuku yang paling lama menjadi sales. Di sana @ku bertemu dengan rekan-rekan yang luar biasa. Ada dua orang yang kukenal baik dan menjadi sahabat perjuangan di sana. Kita bertiga resign hampir bersamaan. Sebenarnya, ada manfaat yang bisa diperoleh dari pekerjaan semacam ini. Kita bisa mengalami interaksi dengan berbagai macam orang dengan berbagai karakter. Itu benar-benar pengalaman yang bisa menjadi bekal untuk pekerjaan selanjutnya. Saat battle in field juga bisa menambah pengetahuan kita tentang wilayah sekitar. @ku menjelajahi berbagai tempat yang belum pernah kulewati. Selain untuk membagikan brosur, terkadang juga mencari rumah konsumen untuk menarik tagihan. Tersesat di negeri orang bukan lagi sesuatu yang langka. Ternyata penjelajahan itu sangat berguna di pekerjaanku selanjutnya. Penjelajahan itu begitu luar biasa bagiku yang bagaikan katak dalam tempurung ini.

Saat ini @ku juga tetap menjadi sales, meskipun bukan lagi barang yang dijajakan melainkan jasa, skill dan keterampilan. Ada juga pekerjaan dengan type unprofit salesman, yaitu pekerjaan dengan keterampilan bahasa namun tanpa bayaran sama sekali. Hanya kepuasan batin dan terasahnya kemampuan diri dengan keyakinan bahwa suatu saat nanti kemampuan ini akan sangat berguna. Itulah sekelumit kisah dan sejarah dari diriku yang kini menjadi blogger kambuhan. Bergerilya ditengah kesibukan dunia nyata dan tanpa kenal letih menorehkan asa di dunia maya meskipun tidak ada yang orang yang berkomentar [so sweet]. Kita harus yakin, jika kita sendiri tidak yakin, maka apa kata dunia?

Mechadot, 19 Mei 2014, pukul 10. 50 wita. Menjelang Hari Kebangkitan Nasional, jika masih diperingati...........

Gambar berasal dari SINI

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...