Bagi sebagian
orang, mayoritas, menulis puisi bukanlah perkara yang mudah. Itu lebih rumit
dari matematika. Mungkin karena mengandalkan otak kanan sebagai motornya.
Beberapa hari yang lalu, @ku meminjam buku Antologi Puisi Tanah laut 2016.
Setelah membacanya secara cepat, fast reading, ada beberapa puisi yang
menurutku pribadi bukan puisi karena tidak ada kiasan sama sekali. Entahlah.
Mungkin itu puisi aliran baru yang tidak aku ketahui. Kita tidak bisa
memaksakan paham puisi kita dengan puisi orang lain. Yang jelas, tulisan itu
ada dalam buku antologi puisi. Artinya tulisan itu sudah disetujui atau
memperoleh approval dari panitia atau kurator yang tentu saja sudah kompeten
dalam hal ini.
Aruh sastra
kembali digelar. Aruh sastra 2017. Kali ini berlokasi di Kabupaten Hulu Sungai
Selatan dengan Kota Kandangan sebagai ibukotanya. Tentu saja aku tertarik
tergelitik untuk ikut serta mengirimkan puisi. Membuat puisi lebih sederhana
dari pada membuat cerita pendek atau novel namun terkadang terasa lebih rumit
dari pada cerpen. Orang membuat puisi untuk menyamarkan tujuan sebenarnya.
Karena itulah dibuat dalam bentuk puisi. Dengan mengunakan bahasa yang frontal,
seseorang bisa terjerat undang-undang ITE, mungkin. Menulis puisi memang lebih
mudah dari pada membuat puisi. Menulis kan Cuma menyalin. Jangan terlalu serius
membacanya Bro. Kita tidak perlu menunggu datangnya ilham untuk membuat puisi.
Kata anak sekarang mood. Kalau mengikuti mood, orang–orang besar tidak akan
pernah menjadi besar. Besar di sini kiasan, bukan ukuran tubuhnya yang besar.
Mereka mengasah mood mereka setiap hari setiap waktu tanpa kenal kata menyerah.
Apa yang mereka
lihat bisa menjadi inspirasi. Hanya tinggal mengolah kata-katanya saja. Suatu
kali, @ku pernah menulis puisi, tanpa kiasan sama sekali sehingga orang biasa,
bahkan awam, pasti tahu sindiran yang ada dalam puisi itu. Namun, sebelum puisi
itu dirilis untuk umum, @ku mengubah poin poin puisi menjadi kiasan tertentu
sehingga tidak semua orang bisa langsung menangkap maksud puisi itu.
Sebenarnya, aku
juga ingin menulis cerpen untuk aruh sastra kali ini namun cerpen perlu
sistematika yang tidak sederhana. Bisa jadi, suatu cerpen bagus menurut penulis
namun tidak bagi panitia. @ku masih perlu banyak belajar untuk membuat cerpen.
Tapi itu tidak berarti @ku tidak perlu belajar tentang puisi.
Banyak hal yang
ingin aku kritisi. Lingkungan memberikan banyak inspirasi namun sayangnya, jika
@ku menulisnya secara frontal dan vulgar, akan banyak pihak yang terluka
hatinya. Biarlah rasa ini terselubung dalam puisi. Sederhana. Mudah-mudahan
orang-orang yang dituju bisa merasakan apa yang ingin disampaikan.
Menulis puisi,
biasanya lebih gampang jika bercerita tentang diri sendiri. Mirip lagu-lagu
abad pertengahan. Menurut @ku, yang keren saat ini sangat jarang menggunakan
bahasa kiasan sebagian besar menggunakan bahasa sederhana yang langsung bisa
ditangkap maknanya. Hal itu tidak buruk dan bukan hal yang jelek juga. Nanti
akan @ku googlekan contohnya. Sekarang masih berada pada situasi tanpa sinyal
ponsel. Baiklah. Mungkin cukup sampai di sini ceritaku tentang pengalaman dalam
membuat puisi. Sebagai tambahan. Mungkin membuat puisi itu tugas terberat dalam
pelajaran Bahsa Indonesia yang selalu dirasakan anak-anak Indonesia sehingga
banyak yang menjiplak karya dari internet.
Dari ketinggian
beberapa ribu meter di atas Laut Jawa
Garuda Indonesia,
WITA 083022052017
No comments:
Post a Comment