Saturday, June 21, 2014

Wahana Prostitusi

Perlu Mempertegas Ketegasan Hukum




Wacana yang sedang bergulir dengan hangat adalah penutupan lokalisasi. Wacana ini tentu saja menuai pro dan kontra di masyarakat. Jika masyarakat mencerna wacana ini dengan hati yang jernih, maka aksi kontra tidak akan terjadi. Yang kontra merasa keberatan karena mereka mencari nafkah dari ”tempias” lokalisasi. Jika ditutup, maka tidak akan ada ”tempias” lagi dan mereka akan kehilangan mata pencaharian.

Yang kontra seharusnya bisa berempati pada penghuni lokalisasi. Bagaimana jika seandainya ibu, istri, saudara perempuan atau bahkan putri mereka yang menghuni lokalisasi tersebut. Apakah mereka masih tetap kontra? Kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain sangat diperlukan. Jadi, yang melakukan penutupan (pemerintah) juga harus bisa berempati pada pihak konta. Dengan begitu, pemerintah bisa mencarikan solusi yang tepat untuk pihak yang merasa dirugikan.
Kita perlu ingat sebuah filosofi yang mengatakan ”kerana nila setitik, rusak susu sebelanga”. Pihak kontra merasa rugi kerana mereka akan kehilangan sumber pendapatan. Pendapatan dari ”sana” tidak bisa dibilang halal karena mereka ikut andil dalam melestarikan prostitusi. Dan hasil yang tidak halal tidak akan berkah meskipun diarahkan pada jalan yang benar. Misalnya mereka beribadah dengan pakaian yang sopan dengan harga Rp. 50.000. Dari harga itu, 10% atau bahkan 1% saja dari uang yang tidak halal, maka ke-valid-an ibadah mereka akan dipertanyakan. Nah, perlu adanya saling mengingatkan untuk menjadi masyarakat yang madani.

Penegakan hukum juga harus dipertegas. Yang memiliki hukum saja masih kacau, apalagi yang hukumnya hanya macan kertas. Disinilah peran pemerintah sebagai pengayom masyarakat. Penutupan lokalisasi perlu dukungan dari seluruh elemen masyarakat sehingga wacana ini menjadi realita yang happy ending.

04 juni 2014
Sumber gambar

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...